Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengkritik kebijakan pemerintah Indonesia tentang Vaksin Gotong Royong yang ditetapkan. Belum lama ini pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mengeluarkan Permenkes Nomor 19 tahun 2021 tentang pelaksanaan vaksinasi dalam rangka penanggulangan pandemi covid-19.
Salah satu isi beleid tersebut yakni mengatur vaksinasi gotong royong kini boleh dilakukan secara individu, yang artinya bisa dibeli sendiri di klinik khusus yang menyediakan vaksin perorangan.
Kepala Unit Program Imunisasi WHO, Dr Ann Lindstrand menegaskan menetapkan mekanisme vaksin berbayar di tengah pandemi ini bisa menimbulkan masalah etika dan mempersempit akses masyarakat terhadap vaksin. Padahal untuk mempercepat mencapai kekebalan komunal diperlukan akselerasi vaksinasi.
Dia juga mengingatkan ada dosis COVAX yang disampaikan melalui kerjasama dengan badan UNICEF, WHO, dan lembaga lainnya. Dengan begitu mereka memiliki akses vaksin yang gratis, hingga 20% dari populasi yang didanai oleh para penyandang dana kerjasama COVAX. Dia menegaskan ini menjadi salah satu alasan bahwa tidak mungkin melakukan vaksinasi berbayar dalam penerapan vaksinasinya.
“Tentu saja ada dana pengiriman lain yang biayanya juga dalam pengiriman; ini adalah per diem, transportasi, logistik, peralatan rantai dingin. Tetapi ada pendanaan yang tersedia untuk semua negara AMC melalui bank pembangunan multilateral, bank dunia dan sekarang juga Open Window dengan pendanaan yang cepat dan dapat diakses dari GAVI Dukungan pengiriman COVAX,” paparnya.
“Yang penting di sini adalah bahwa setiap orang memiliki hak dan harus memiliki hak untuk mengakses vaksin ini terlepas dari masalah keuangan,” tegasnya.